Sabtu, 31 Oktober 2015


Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen ‘Tertib, Aman, dan Selamat Bersepeda Motor di Jalan.’
#SafetyFirst Diselenggarakan oleh Yayasan Astra-Hoda Motor dan Nulisbuku.com




Safety First

“Tiiiiiiinnnnnnnn…!!!” suara klakson Honda Beat Rizki mengagetkanku yang sibuk berias di depan cermin. Padahal baru saja jam 3, sedangkan perjanjian kita untuk menjenguk Sinta di rumah sakit tepat pada jam 4. “Sepertinya tuh anak ngebut deh..” gumam ku dalam hati.
“Ki, cepet banget?” tanya ku
“iya dong, hampir saja 120 km/jam dari tadi” kata Rizki
“Kebiasaan banget, gak gitu-gitu juga kali?” cetus ku, Rizki tertawa geli.
“Yuk, buruan kita berangkat!” ajak Rizki.
“Tapi inget ya ki, gak pake ngebut, biar lambat asal selamat” kata ku, sambil menggunakan helm SNI.
“siap…. Ya kalaupun ngebut gak sampe melebihi Rossi kok… hehe” canda Rizki yang juga seraya menggunakan helm SNI dan jaket tebal.
Kami melewati jalan raya, tidak berapa lama,  kami melihat razia SIM dan kelengkapan pengendara sedang di lakukan beberapa Pak Polisi. Mereka sempat memberhentikan Rizki yang berkendara. “Selamat sore Mas” ucap salah satu Pak Polisi
“Ya, sore pak, ada apa ya?” Tanya Rizki sambil membuka kaca helmnya.
“Boleh lihat SIM dan STNK nya?” Tanya Pak Polisi, yang saat itu bernama Pak Jumarno.
“Oh boleh, silahkan Pak” kata Rizki yang langsung menunjukkan SIM dan STNKnya. Pak Polisi yang sibuk mengecek surat kelengkapan tersebut, kemudian menegur Rizki yang sedari tadi sangat percaya diri bahwa dia sudah taat aturan. Tidak berapa lama, kemudian Pak Polisi pun berkata
“Kamu tahu apa kesalahan kamu? Kenapa saya stop kamu disini?” Tanya Pak Polisi sambil mengembalikan SIM dan STNK Rizki.
“lho, tapi SIM dan STNK saya masih berlaku Pak, pajak pun saya sudah bayar tahun ini!” 


Rizki agak bernada tinggi.
“ya memang, tapi ada yang kamu sepelekan!” ucap Pak Polisi sambil menepuk bahu Rizki. Aku pun juga mulai merasa heran.
“Kenapa ki??” Tanya ku. Sambil turun dan berdiri tepat di samping Pak Polisi karena semakin heran.
“Kenapa kamu tidak menyalakan lampu depan? Ini penting untuk semua pengendara, tolong jangan di sepelekan!” kata pak polisi, menunjuk lampu depan Honda Beat Rizki yang mati.
“Oh iya maaf Pak, saya lupa pak…maaf..” kata Rizki, yang langsung menyalakan lampu depannya.
“Maaf ya pak…. Atas kelalaian teman saya, terima kasih sudah mengingatkan ya Pak…” kata ku
“Ya,ya… lain kali tidak boleh seperti itu… coba kamu bayangkan di malam hari, lampu depan motor mu tidak menyala, itu bisa membahayakan kamu dan pengendara lainnya Mas! Tolong untuk di ingat” ucap tegas Pak Polisi. “Iya Pak, terima kasih ya pak..” kata Rizki seraya menyalakan kembali motornya kemudian kami melanjutkan perjalanan.
“Sorry ya Na… tadi aku benar-benar lupa” kata Rizki.
“Ya tidak apa-apa Ki… buat pelajaran saja supaya besok-besok gak terulang lagi..” kata ku dengan nada jengkel. “Iya, betul apa yang di bilang Pak Polisi tadi, bagaimana jadinya ya… kalau banyak pengendara yang lupa menyalakan lampu di malam hari” kata Rizki.
“Ya sudah pasti besar kemungkinan terjadinya kecelakaan ki… terlebih banyak yang berkendara dengan kecepatan tinggi, termasuk kamu” kata ku, menyindirnya. Rizki tertawa sinis.
Lampu merah membuat semua pengendara yang melintas pun berhenti. Namun saat itu karena hanya beberapa pengendara motor yang melintas di arah yang berlawanan, Rizki pun enggan untuk berhenti. Seketika yang lainnya berhenti, Rizki tetap berkendara menerobos lampu merah.
“Ki, lampu merah itu! Berhenti dulu dong, bahaya!” tegur ku agak berteriak. “tidak apa-apa… kamu tenang aja… kan sepi” kata Rizki yang asik berkendara.
“Jalan aya memang gak selalu ramai Ki…! Karena pengendara jalan beriringan dan bergantian. Maka dari itu kita harus mematuhi tata tertib berkendara… salah satu nya mematuhi rambu lalu lintas!” ucap ku menepuk bahu Rizki yang terbalut jaket tebal.
“Iya mengerti kok… tapi ini kan sepi… biar cepat sampainya” kata Rizki.
“biar terlambat, asal selamat Ki. Keselamatan itu berawal karena kita peduli dengan nyawa sendiri. Safety first itu harus di imbangi dengan mematuhi tata tertib!” kata ku dengan sinis.
“Gubraaaaaaakkkkkk…..!!!!!” Tiba-tiba kami terjatuh. Rizki tidak sengaja menabrak tukang sayur yang keluar dari gang kecil. Tukang sayur itu beranggapan tidak ada kendaraan yang melintas karena lampu merah, tapi karena kecerobohan Rizki, kami pun terjatuh. Gerobak sayur sudah tidak karuhan. Sayuran pun telah berceceran di jalan. Seketika warga sekitar menghampiri kami. Ibu-ibu pemilik warung menolongku dan mengajakku duduk di depan warungnya. Warga lain menolong Rizki yang saat itu kaki kanannya tertimpa body motornya. Aku terjatuh ke kiri, dengan keadaan duduk. Kaki dan tangan ku mengalami lecet dan lututku memar akibat menahan beban tubuh yang terjatuh. Keadaan Rizki saat itu cukup parah, kakinya luka-luka. Tak lama kemudian akhirnya warga setempat mengantarkan kami ke rumah sakit tempat Sinta di rawat dan jaraknya pun sudah dekat.
Sesampainya di rumah sakit, kami menerima pertolongan pertama. “Lain kali harus lebih hati-hati ya…” ucap perawat sambil memberi plester pada sikut Rizki.
“Husna apa yang sakit na??” Tanya Rizki melihat telapak tanganku yang juga di beri plester.
“Memar di lutut ki” kata ku yang masih kaget dengan kecelakaan itu.
Setelah hampir 1 jam, kami pun memasuki ruang rawat inap Sinta di lantai 2. Dengan berjalan terbatah, Rizki mencoba melawan rasa sakit yang di anggapnya masih ringan.
“Tok-tok-tok….”
“Ya, silahkan masuk…” ucap Sinta yang menunggu kedatangan kami.
“Di jalan macet ya Na?... lho, tangan kamu kenapa Na?? kaki kamu kenapa Ki??” Tanya Sinta yang kaget melihat banyak plester dan perban di kaki Rizki.
“Tadi kita jatuh di jalan…” kata Rizki bernada pelan. “Iya ta…” saut ku.
“Ya ampun…. Kenapa jatuh?? Ayah ku juga sedang menerima pertolongan pertama, Ayah baru saja mengalami musibah” kata Sinta yang terkaget karena mendengar semua kejadian itu.
“Ayah kamu kenapa Ta??” Tanya ku. “Sedang dalam pengobatan, kakinya tertusuk pecahan kaca gerobak sayurnya Na, tadi Ayah di tabrak pengendara motor..” kata Sinta. Aku dan Rizki pun kaget mendengarnya.
“Jadi yang barusah aku tabrak itu Ayah kamu Ta??” Tanya Rizki dengan kagetnya. “Oh jadi kalian….yang kata Ayah mengalami luka-luka?” kata Sinta.
“Tok-tok-tok….!!.”  suara pintu terdengar. Ayah Sinta pun masuk kedalam ruangan dengan langkah terbatah.
Tukang sayur yang tidak sengaja di tabrak Rizki adalah Ayah Sinta. Beliau mendapat pertolongan pertama, karena kalau tidak infeksi akan terjadi pada luka di kakinya. Rizki merasa malu dan sangat menyesal. Akibat kecerobohan yang merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Tak lama kemudian kami kembali pulang, Rizki masih memaksakan untuk mengendari motor namun berjanji untuk tidak ngebut dan mematuhi rambu lalu lintas.
Di sepanjang perjalanan pulang ke rumah, kami terdiam. Karena masih trauma dengan kecelakaan yang menimpa kami. Helm SNI dan jaket tebal, menjadi safety first kami.
Tiba-tiba lampu merah yang berarti kendaraan harus berhenti, tidak boleh berjalan, menyala di persimpangan depan. Rizki pun dengan tetap tenang menghentikan motornya sejenak, melihat situasi kendaraan di depan yang hiruk-pikuk berjalan beriringan dan bergantian. Dia pun kini sadar bahwa peraturan tata tertib di jalan raya bukan hanya untuk di patuhi oleh satu dua pengendara. Tapi juga oleh semua pengendara yang menikmati fasilitas Negara. Kita semua lah yang bergotong royong bersama-sama membangun keselamatan berkendara.
Lampu kuning berkedip, memberi tanda bahwa pengendara bersiap-siap untuk kembali berjalan. Tak lama lampu hijau pun menyala. Memberi tanda bahwa pengendara harus berjalan, di larang berhenti. Kami pun melanjutkan perjalanan. Sepanjang perjalanan, kecepatan motor Rizki kian normal. Tenang dan sangat hati-hati berkendara. Menurutku bukan karena kakinya yang sedang terluka, tapi juga karena kesadaran dirinya bahwa kecerobohan dan kelalaian akan menimbulkan kerugian.
“Masih sakit kakinya Ki?” Tanya ku. “Lumayan sakit, tapi ini sekaligus pelajaran buat ku Na… aku sadar bahwa peristiwa di jalan raya itu adalah misteri yang kita bangun sendiri” kata Rizki sambil tetap berkendara dengan tenang.
“betul ki…. Karna hidup hanya satu kali. Usia memang ada di tangan Tuhan, tapi Tuhan pun memberi kita peluang untuk berusaha menjaga diri sendiri…” saut ku.
“Tepat sekali Husna, yaitu harus berkendara dengan aman, seperti kita memakai helm dan menyalakan lamu depan. Mematuhi tata terib lalu lintas, itu semua adalah safety first untuk keselamatan pengendara sepeda motor!” kata Rizki.
Kami pun sudah sampai di rumah masing-masing. Pelajaran yang begitu berharga untuk kami agar lebih berhati-hati. Kecerobohan dan kelalaian adalah tabiat yang harus di ubah dalam diri sendiri. Kesadaran akan pentingnya mengutamakan keselamatan harus tertanam pada setiap penikmat fasilitas jalan raya. Terutama pada pengendara sepeda motor yang hampir tiap hari menjadi korban kecelakaan di jalan raya. Karena hal-hal kecil yang di anggap remeh, justeru dapat memiliki risiko besar yang dapat mengancam nyawa.
Kecelakaan itu menyadarkan kami, bahwa hidup dunia hanya satu kali. Peristiwa di jalan raya adalah misteri yang kami bangun sendiri. Aman berkendara dan mematuhi tata tertib lalu lintas adalah safety first untuk selamat sampai tujuan…

                                               
                                                            Selesai
 

0 komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog

Diberdayakan oleh Blogger.

Qoutes

Never Stop To Learn
Smile it's one of the best things in your life ^^
Flag Counter

Translate

Popular Posts