Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen ‘Tertib, Aman, dan Selamat Bersepeda Motor di Jalan.’
#SafetyFirst Diselenggarakan oleh Yayasan Astra-Hoda Motor dan Nulisbuku.com
Safety First
“Tiiiiiiinnnnnnnn…!!!” suara klakson Honda Beat Rizki
mengagetkanku yang sibuk berias di depan cermin. Padahal baru saja jam 3,
sedangkan perjanjian kita untuk menjenguk Sinta di rumah sakit tepat pada jam
4. “Sepertinya tuh anak ngebut deh..” gumam ku dalam hati.
“Ki,
cepet banget?” tanya ku
“iya
dong, hampir saja 120 km/jam dari tadi” kata Rizki
“Kebiasaan
banget, gak gitu-gitu juga kali?” cetus ku, Rizki tertawa geli.
“Yuk,
buruan kita berangkat!” ajak Rizki.
“Tapi
inget ya ki, gak pake ngebut, biar lambat asal selamat” kata ku, sambil
menggunakan helm SNI.
“siap….
Ya kalaupun ngebut gak sampe melebihi Rossi kok… hehe” canda Rizki yang juga
seraya menggunakan helm SNI dan jaket tebal.
Kami
melewati jalan raya, tidak berapa lama,
kami melihat razia SIM dan kelengkapan pengendara sedang di lakukan
beberapa Pak Polisi. Mereka sempat memberhentikan Rizki yang berkendara. “Selamat
sore Mas” ucap salah satu Pak Polisi
“Ya,
sore pak, ada apa ya?” Tanya Rizki sambil membuka kaca helmnya.
“Boleh
lihat SIM dan STNK nya?” Tanya Pak Polisi, yang saat itu bernama Pak Jumarno.
“Oh
boleh, silahkan Pak” kata Rizki yang langsung menunjukkan SIM dan STNKnya. Pak
Polisi yang sibuk mengecek surat kelengkapan tersebut, kemudian menegur Rizki
yang sedari tadi sangat percaya diri bahwa dia sudah taat aturan. Tidak berapa
lama, kemudian Pak Polisi pun berkata
“Kamu
tahu apa kesalahan kamu? Kenapa saya stop kamu disini?” Tanya Pak Polisi sambil
mengembalikan SIM dan STNK Rizki.
“lho,
tapi SIM dan STNK saya masih berlaku Pak, pajak pun saya sudah bayar tahun
ini!”
Rizki agak bernada tinggi.
“ya
memang, tapi ada yang kamu sepelekan!” ucap Pak Polisi sambil menepuk bahu Rizki.
Aku pun juga mulai merasa heran.
“Kenapa
ki??” Tanya ku. Sambil turun dan berdiri tepat di samping Pak Polisi karena
semakin heran.
“Kenapa
kamu tidak menyalakan lampu depan? Ini penting untuk semua pengendara, tolong
jangan di sepelekan!” kata pak polisi, menunjuk lampu depan Honda Beat Rizki
yang mati.
“Oh
iya maaf Pak, saya lupa pak…maaf..” kata Rizki, yang langsung menyalakan lampu
depannya.
“Maaf
ya pak…. Atas kelalaian teman saya, terima kasih sudah mengingatkan ya Pak…”
kata ku
“Ya,ya…
lain kali tidak boleh seperti itu… coba kamu bayangkan di malam hari, lampu
depan motor mu tidak menyala, itu bisa membahayakan kamu dan pengendara lainnya
Mas! Tolong untuk di ingat” ucap tegas Pak Polisi. “Iya Pak, terima kasih ya
pak..” kata Rizki seraya menyalakan kembali motornya kemudian kami melanjutkan
perjalanan.
“Sorry
ya Na… tadi aku benar-benar lupa” kata Rizki.
“Ya
tidak apa-apa Ki… buat pelajaran saja supaya besok-besok gak terulang lagi..”
kata ku dengan nada jengkel. “Iya, betul apa yang di bilang Pak Polisi tadi,
bagaimana jadinya ya… kalau banyak pengendara yang lupa menyalakan lampu di
malam hari” kata Rizki.
“Ya
sudah pasti besar kemungkinan terjadinya kecelakaan ki… terlebih banyak yang
berkendara dengan kecepatan tinggi, termasuk kamu” kata ku, menyindirnya. Rizki
tertawa sinis.
Lampu
merah membuat semua pengendara yang melintas pun berhenti. Namun saat itu
karena hanya beberapa pengendara motor yang melintas di arah yang berlawanan,
Rizki pun enggan untuk berhenti. Seketika yang lainnya berhenti, Rizki tetap
berkendara menerobos lampu merah.
“Ki,
lampu merah itu! Berhenti dulu dong, bahaya!” tegur ku agak berteriak. “tidak
apa-apa… kamu tenang aja… kan sepi” kata Rizki yang asik berkendara.
“Jalan
aya memang gak selalu ramai Ki…! Karena pengendara jalan beriringan dan
bergantian. Maka dari itu kita harus mematuhi tata tertib berkendara… salah
satu nya mematuhi rambu lalu lintas!” ucap ku menepuk bahu Rizki yang terbalut
jaket tebal.
“Iya
mengerti kok… tapi ini kan sepi… biar cepat sampainya” kata Rizki.
“biar
terlambat, asal selamat Ki. Keselamatan itu berawal karena kita peduli dengan
nyawa sendiri. Safety first itu harus di imbangi dengan mematuhi tata tertib!”
kata ku dengan sinis.
“Gubraaaaaaakkkkkk…..!!!!!” Tiba-tiba kami terjatuh. Rizki
tidak sengaja menabrak tukang sayur yang keluar dari gang kecil. Tukang sayur
itu beranggapan tidak ada kendaraan yang melintas karena lampu merah, tapi
karena kecerobohan Rizki, kami pun terjatuh. Gerobak sayur sudah tidak karuhan.
Sayuran pun telah berceceran di jalan. Seketika warga sekitar menghampiri kami.
Ibu-ibu pemilik warung menolongku dan mengajakku duduk di depan warungnya.
Warga lain menolong Rizki yang saat itu kaki kanannya tertimpa body motornya.
Aku terjatuh ke kiri, dengan keadaan duduk. Kaki dan tangan ku mengalami lecet
dan lututku memar akibat menahan beban tubuh yang terjatuh. Keadaan Rizki saat
itu cukup parah, kakinya luka-luka. Tak lama kemudian akhirnya warga setempat
mengantarkan kami ke rumah sakit tempat Sinta di rawat dan jaraknya pun sudah
dekat.
Sesampainya
di rumah sakit, kami menerima pertolongan pertama. “Lain kali harus lebih
hati-hati ya…” ucap perawat sambil memberi plester pada sikut Rizki.
“Husna
apa yang sakit na??” Tanya Rizki melihat telapak tanganku yang juga di beri
plester.
“Memar
di lutut ki” kata ku yang masih kaget dengan kecelakaan itu.
Setelah
hampir 1 jam, kami pun memasuki ruang rawat inap Sinta di lantai 2. Dengan
berjalan terbatah, Rizki mencoba melawan rasa sakit yang di anggapnya masih
ringan.
“Tok-tok-tok….”
“Ya,
silahkan masuk…” ucap Sinta yang menunggu kedatangan kami.
“Di
jalan macet ya Na?... lho, tangan kamu kenapa Na?? kaki kamu kenapa Ki??” Tanya
Sinta yang kaget melihat banyak plester dan perban di kaki Rizki.
“Tadi
kita jatuh di jalan…” kata Rizki bernada pelan. “Iya ta…” saut ku.
“Ya
ampun…. Kenapa jatuh?? Ayah ku juga sedang menerima pertolongan pertama, Ayah
baru saja mengalami musibah” kata Sinta yang terkaget karena mendengar semua
kejadian itu.
“Ayah
kamu kenapa Ta??” Tanya ku. “Sedang dalam pengobatan, kakinya tertusuk pecahan kaca
gerobak sayurnya Na, tadi Ayah di tabrak pengendara motor..” kata Sinta. Aku
dan Rizki pun kaget mendengarnya.
“Jadi
yang barusah aku tabrak itu Ayah kamu Ta??” Tanya Rizki dengan kagetnya. “Oh
jadi kalian….yang kata Ayah mengalami luka-luka?” kata Sinta.
“Tok-tok-tok….!!.”
suara pintu terdengar. Ayah Sinta pun masuk kedalam ruangan dengan
langkah terbatah.
Tukang
sayur yang tidak sengaja di tabrak Rizki adalah Ayah Sinta. Beliau mendapat
pertolongan pertama, karena kalau tidak infeksi akan terjadi pada luka di
kakinya. Rizki merasa malu dan sangat menyesal. Akibat kecerobohan yang
merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Tak lama kemudian kami kembali
pulang, Rizki masih memaksakan untuk mengendari motor namun berjanji untuk
tidak ngebut dan mematuhi rambu lalu lintas.
Di
sepanjang perjalanan pulang ke rumah, kami terdiam. Karena masih trauma dengan
kecelakaan yang menimpa kami. Helm SNI dan jaket tebal, menjadi safety first
kami.
Tiba-tiba
lampu merah yang berarti kendaraan harus berhenti, tidak boleh berjalan,
menyala di persimpangan depan. Rizki pun dengan tetap tenang menghentikan
motornya sejenak, melihat situasi kendaraan di depan yang hiruk-pikuk berjalan
beriringan dan bergantian. Dia pun kini sadar bahwa peraturan tata tertib di
jalan raya bukan hanya untuk di patuhi oleh satu dua pengendara. Tapi juga oleh
semua pengendara yang menikmati fasilitas Negara. Kita semua lah yang bergotong
royong bersama-sama membangun keselamatan berkendara.
Lampu
kuning berkedip, memberi tanda bahwa pengendara bersiap-siap untuk kembali
berjalan. Tak lama lampu hijau pun menyala. Memberi tanda bahwa pengendara
harus berjalan, di larang berhenti. Kami pun melanjutkan perjalanan. Sepanjang
perjalanan, kecepatan motor Rizki kian normal. Tenang dan sangat hati-hati berkendara.
Menurutku bukan karena kakinya yang sedang terluka, tapi juga karena kesadaran
dirinya bahwa kecerobohan dan kelalaian akan menimbulkan kerugian.
“Masih
sakit kakinya Ki?” Tanya ku. “Lumayan sakit, tapi ini sekaligus pelajaran buat
ku Na… aku sadar bahwa peristiwa di jalan raya itu adalah misteri yang kita
bangun sendiri” kata Rizki sambil tetap berkendara dengan tenang.
“betul
ki…. Karna hidup hanya satu kali. Usia memang ada di tangan Tuhan, tapi Tuhan
pun memberi kita peluang untuk berusaha menjaga diri sendiri…” saut ku.
“Tepat
sekali Husna, yaitu harus berkendara dengan aman, seperti kita memakai helm dan
menyalakan lamu depan. Mematuhi tata terib lalu lintas, itu semua adalah safety
first untuk keselamatan pengendara sepeda motor!” kata Rizki.
Kami
pun sudah sampai di rumah masing-masing. Pelajaran yang begitu berharga untuk
kami agar lebih berhati-hati. Kecerobohan dan kelalaian adalah tabiat yang
harus di ubah dalam diri sendiri. Kesadaran akan pentingnya mengutamakan
keselamatan harus tertanam pada setiap penikmat fasilitas jalan raya. Terutama
pada pengendara sepeda motor yang hampir tiap hari menjadi korban kecelakaan di
jalan raya. Karena hal-hal kecil yang di anggap remeh, justeru dapat memiliki
risiko besar yang dapat mengancam nyawa.
Kecelakaan
itu menyadarkan kami, bahwa hidup dunia hanya satu kali. Peristiwa di jalan
raya adalah misteri yang kami bangun sendiri. Aman berkendara dan mematuhi tata
tertib lalu lintas adalah safety first untuk selamat sampai tujuan…
Selesai
0 komentar:
Posting Komentar